Kamis, 10 Oktober 2013

ACUTE LUNG OEDEMA (ALO)

A. DEFINISI
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal napas.
Acute Lung Oedema (ALO) adalah kegawatan yang mengancam nyawa dimana terjadi akumulasi di interstisial dan intra alveoli paru disertai hipoksemia dan kerja napas yang meningkat.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:
  1. Kardiogenik
  1. Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.
  1. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
  1. Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
  1. Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

  1. NON-KARDIOGENIK
Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
  1. Infeksi pada paru
  2. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
  3. Paparan toxic
  4. Reaksi alergi
  5. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
  6. Neurogenik 
     
    C.KLASIFIKASI
               Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan  non-kardiogenik. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung  Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat  terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
    Cardiogenic pulmonary edema
               Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
               Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Pada gilirannya, hal ini menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.

    Non-cardiogenic pulmonary edema
               Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut :
    a.       Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
    Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
    b.      Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
    c.       Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
    d.      High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
    e.       Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
    f.       Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
    g.      Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
    h.      Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

    D. MANIFESTASI KLINIS

               Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
               Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

    Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
    Stadium 1.
    Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

    Stadium 2.
    Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan interstisial diperlambat

    Stadium 3.
    Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).

    E. PENATALAKSANAAN MEDIS

    o   Posisi ½ duduk.
    o   Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
    o   Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
    o   Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
    o   Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
    o   Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
    o   Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
    o   Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
    o   Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
    o   Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
    o   Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
    o   Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.

    B.     KONSEP KEPERAWATAN
    1.      Pengkajian
    a.       Identitas    :
    b.      Umur         : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda
    c.       Riwayat Masuk
    Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
    d.      Riwayat Penyakit Dahulu
    Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
    e.       Pemeriksaan fisik
    a)      Sistem Integumen
    Subyektif         : -
    Obyektif          : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
    b)      Sistem Pulmonal
    Subyektif         : sesak nafas, dada tertekan
    Obyektif         : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
    c)      Sistem Cardiovaskuler
    Subyektif         : sakit dada
    Obyektif          : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
    d)     Sistem Neurosensori
    Subyektif         : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
    Obyektif         : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
    e)      Sistem Musculoskeletal
    Subyektif         : lemah, cepat lelah
    Obyektif          : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
    f)       Sistem genitourinaria
    Subyektif         : -
    Obyektif          : produksi urine menurun/normal,
    g)      Sistem digestif
    Subyektif         : mual, kadang muntah
    Obyektif          : konsistensi feses normal/diare
    f.       Studi Laboratorik  :
    a)      Hb                                : menurun/normal
    b)      Analisa Gas Darah      : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
    c)      Elektrolit                     : Natrium/kalsium menurun/normal


    2.      Diagnosa Keperawatan
    1)      Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat bantu nafas
    2)      Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
    3)      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
    4)      Bersihan jalan napas tak efektif b.d sekret yang kental atau hipersekresi sekunder akibat ALO
    5)      Perubahan perfusi jaringan b.d gangguan transport O2 ke jaringan sekunder akibat ALO


    3.      Intervensi Keperawatan
    No
    Diagnosa
    Tujuan & KH
    Intervensi
    Rasional
    1
    Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan keadaan tubuh yang lemah
    Pola nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam, dengan kriteria hasil:
    -    Tidak terjadi hipoksia atau hipoksemia
    -    Tidak sesak
    -    RR normal (16-20 × / menit)
    -    Tidak terdapat kontraksi otot bantu nafas
    -    Tidak terdapat sianosis
    1. Berikan informasi pada pasien tentang penyakitnya


    2. Atur posisi semi fowler



    3. Observasi tanda dan gejala sianosis


    4. Berikan terapi oksigenasi




    5. Observasi tanda-tanda vital





    6. Observasi timbulnya gagal nafas.




    7. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan
    1. Informasi yang adekuat dapat membawa pasien lebih kooperatif dalam memberikan terapi

    2. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.

    3. Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer .

    4. Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
    5. Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.

    6. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).

    7. Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi keperawatan

    2
    Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
    Fungsi pertukaran gas dapat maksimal setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam dengan kriteria hasil:
    -    Tidak terjadi sianosis
    -    Tidak sesak
    -    RR normal (16-20 × / menit)
    -    BGA normal:
    î partial pressure of oxygen (PaO2): 75-100 mm Hg
    î partial pressure of carbon dioxide (PaCO2): 35-45 mm Hg
    î oxygen content (O2CT): 15-23%
    î oxygen saturation (SaO2): 94-100%
    î bicarbonate (HCO3): 22-26 mEq/liter
    î pH: 7.35-7.45

    1.      Berikan penjelasan pada pasien tentang penyakitnya


    2.      Atur posisi pasien semi fowler


    3.      Bantu pasien untuk melakukan reposisi secara sering
    4.      Berikan terapi oksigenasi




    5.      Observasi tanda – tanda vital




    6.      Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan
    1. Informasi yang adekuat dapat membawa pasien lebih kooperatif dalam memberikan terapi

    2. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancer

    3. Posisi yang berbeda menurunkan resiko perlukaan akibat imobilisasi
    4. Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia

    5. Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.


    6. Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi keperawatan
    3
    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
    Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam, dengan kriteria hasil:
    -    Pasien mampu mengurangi kontak dengan area pemasangan selang endotrakeal
    -    Suhu normal (36,5oC)
    1. Berikan penjelasan pada pasien tentang kondisi yang dialaminya

    2. Observasi tanda-tanda vital.


    3. Observasi daerah pemasangan selang endotrakheal

    4. Lakukan tehnik perawatan secara aseptik


    5. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan
                                           
    1. Informasi yang adekuat dapat membawa pasien lebih kooperatif dalam memberikan terapi

    2. Meningkatnya suhu tubuh dpat dijadikan sebagai indicator terjadinya infeksi
    3. Kebersihan area pemasangan selang menjadi factor resiko masuknya mikroorganisme
    4. Meminimalkan organisme yang kontak dengan pasien dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi

    5. Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi keperawatan

    4
    Bersihan jalan napas tak efektif b.d sekret yang kental atau hipersekresi sekunder akibat ALO

    Keadekuatan pola napas tercapai setelah pemberian intervensi selama 2x24 jam.
    Kriteria hasil:
    • RR dalam rentang normal, 14-18 kali/menit
    • Tidak terdapat retraksi otot bantu napas tambahan
    • Ekspansi dada simetris
    • Klien mengatakan tidak sesak
    1. Motivasi klien untuk napas panjang dan dalam apabila tidak terdapat kontra indikasi
    2. Kolaborasi pemberian diuretik sesuai indikasi

    1. Kolaborasi aspirasi cairan paru (pungsi) sesuai indikasi

    1.      Nafas dalam dapat membantu membebaskan jalan napas


    2.      Diuretic dapat membantu proses pengeluaran cairan dari dalam tubuh

    3.      Membebaskan jalan napas
    5
    Perubahan perfusi jaringan b.d gangguan transport O2 ke jaringan sekunder akibat ALO
    Perfusi jaringan adekuat setelah pemberian intervensi selama 1x24 jam
    Kriteria hasil:
    -          CRT <3 detik
    -          Akral hangat, kering, merahNadi dalam rentang normal, 60-100 kali/menit
    • Ph darah dalam rentang normal, 7,35-7,45
    • BGA dalam batas normal
    1.      Observasi vital sign pasien
    2.      Berikan posisi semi fowler
    3.      Kolaborasi pemberian oksigenasi sesuai indikasi
    Monitoring hasil laboratorium BGA secara berkala
    1.      Memantau kondisi klien
    2.      Memberi rasa nyaman serta membantu pola napas


    4.      Implementasi
          Didasarkan pada  diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai

    5.      Evaluasi
          Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
     

2 komentar:

  1. Perbedaan antara cardiogenic pulmonal dan non ccardiogenic pulmonal

    BalasHapus
  2. Slots Casino - LuckyClub
    Slots Casino is a new online casino from Microgaming, which luckyclub.live has a very good reputation rating. If you like to have fun playing online slots and casino games and

    BalasHapus